Apresiasi musik Indonesia Gendang beleq
Gendang Beleq dari Lombok NTB
Gendang Beleq yaitu gendang
berukuran panjang lebih dari satu meter yang disandang pada pundak dua pemain. Nama
kesenian Gendang Beleq diambil dari salah satu alat musik yang digunakan yaitu
dua buah gendang berukuran besar dan panjang. Kata Beleq dalam bahasa Sasak berarti Besar. Gendang beleq terbuat dari pohon meranti
yang tumbuh subur di Lombok. Gendang beleq menghasilkan suara yang
besar dan bergema. Suara ini dihasilkan oleh bagian tengah batang pohon yang
dilubangi dan dilapisi dengan kulit kambing, sapi, atau kerbau.
Gendang beleq biasa dimainkan bersamaan dengan alat musik lainnya seperti gong, terumpang, pencek, oncer, dan seruling. Dengan suara yang ramai, pertunjukan gendang beleq sangat menghibur.
Gendang beleq biasa dimainkan bersamaan dengan alat musik lainnya seperti gong, terumpang, pencek, oncer, dan seruling. Dengan suara yang ramai, pertunjukan gendang beleq sangat menghibur.
Pada umumnya Gendang besar itu dicat hitam
putih dengan pola kotak-kotak. Di Lombok kedua warna itu memang mempunyai arti
simbolis. Hitam adalah lambang keadilan, putih adalah lambang kesucian. Selain
itu hitam juga diibaratkan bumi, putih diibaratkan langit, yang keduanya
merupakan kekuatan yang harus selalu ada dalam kehidupan manusia. Tari Gendang
Beleq merupakan tari perang walaupun tidak ada gerak yang menunjukkan
perkelahian dan tidak ada pula yang membawa senjata perang, karena garapan
geraknya selalu menunjukkan watak maskulin atau sikap jantan. Tari Gendang
Beleq dahulu berfungsi sebagai tari pengiring para ksatria yang akan maju ke
medan perang atau menyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang. Pada awalnya, gendang beleq hanyalah alat musik yang
mengiringi prajurit saat akan berjuang ke medan perang. Suara yang dihasilkan
dipercaya membuat para prajurit menjadi lebih berani untuk berkorban membela
kerajaan. Selain itu Gendang beleq ini dulu dimainkan apabila ada pesta
– pesta kerajaan. Di sini
digunakan payung agung. Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara
perkawinan. Tapi
seiring berjalannya waktu, gendang beleq digunakan
sebagai hiburan yang dipertunjukan pada acara kebudayaan, kesenian, atau
perayaan pernikahan adat.
Para pemain gendang beleq (biasa disebut sekaha) terdiri dari dua orang pemain gendang utama. Dengan
menggunakan baju adat tradisional Lombok beserta sapo (ikat kepala khas Lombok), sekaha memukul gendang yang
menghasilkan irama menghibur.
Satu ciri khas dari Tari Gendang Beleq ialah bahwa yang
menari adalah pemain musik itu sendiri. Adapun pemain-pemain yang memainkan
instrument musik sambil menari adalah dua orang pemain Gendang Beleq, seorang
penabuh petuk yaitu sebuah gong kecil yang beralas kerangka dari kayu yang
dikalungkan, dan beberapa pemain copeh yaitu instrumen musik yang berbentuk
ceng-ceng kecil yang dipegang dengan tangan kiri dan kanan.
Gendang Beleq ditabuh dengan alat pemukul
yang dipegang pada tangan kanan, sedangkan tangan kiri memainkan bagian kiri
dari gendang. Walaupun
berukuran besar, berdiameter 50 cm dan panjang 1,5 m, sekaha tidak kesulitan memainkan
gendang beleq. Dengan
digantungkan di leher atau bahu, para pemain terlihat mudah membawa gendang
yang menjadi bagian dari alat musik nusantara ini.
Oleh karena sifatnya yang atraktif, tari gendang beleq ini
sering kali diadakan untuk mengiringi arak-arakan pengantin atau arak-arakan
anak yang akan dikhitan, dan untuk penyambutan tamu penting. Tari Gendang Beleq
di Kabupaten Lombok Timur terdapat di semua Kecamatan Lombok Timur. Konon,
Gendang Beleq tak boleh disentuh oleh musuh. Istimewanya para pemain gendang
belek juga harus memiliki strata sosial yang baik di dalam masyarakat.
Gendang beleq dapat dimainkan dengan berjalan atau duduk.
Komposisi berjalan mempunyai aturan tertentu, berbeda dengan duduk yang tidak
mempunyai aturan. Pada waktu dimainkan pembawa gendang beleq akan memainkannya
sambil menari, demikian juga pembawa petuk, copek dan lelontek. Gerakan –
gerakan dalam tarian ini pun sangat variatif tergantung penggunaannya. Tarian
ini biasanya diciptakan sendiri oleh para pemainnya. Gerakan – gerakan akan
berbeda setiap fungsi. Misalkan gerakan untuk penyambutan, gerakan untuk
pertunjukan dan lomba – lomba antar kelompok maupun gerakan untuk meniringi arak
– arakan acara pernikahan (nyongkolan).
Sebuah grup gendang beleq biasanya terdiri dari 15 – 17 orang
yang biasanya semua laki – laki. Gendang beleq sebenarnya merupakan salah satu
instrumen yang ada pada tarian ini.
Orkestra ini terdiri atas :
1.
Dua
buah gendang beleq yang disebut gendang mama (laki – laki) dan gendang nine
(perempuan) berfungsi sebagai pembawa dinamika.
2.
Sebuah
gendang kodeq (gendang kecil)
3.
Duah
buah reong yang terdiri dari reong mama dan reong nina berfungsi sebagai
pembawa melodi
4.
Sebuah
prembak beleq berfungsi sebagai alat ritmis
5.
Delapan
buah prembak kodeq disebut juga copek, berfungsi sebagai alat ritmis
6.
Sebuah
petuk berfungsi sebagai alat ritmis
7.
Sebuah
gong besar berfungsi sebagai alat ritmis
8.
Sebuah
gong penyelak berfungsi sebagai alat ritmis
9.
Sebuah
gong oncer berfungsi sebagai alat ritmis
10. Dua buah bendera, merah atau
kuning disebut lelontek.
Ansambel untuk kinerja Gendang Beleq terdiri dari pemain
utama dengan dua (kadang-kadang empat) drum besar. Mereka diikuti oleh pemain
menggunakan gong, suling tradisional (suling), beberapa genggam ketel-gong
(mirip dengan bonang), dan banyak set simbal. Ukuran ensemble biasanya 12 -. 15
orang, dengan 3 orang untuk membawa dan memainkan gong berat.
Drum
ini terbuat dari kerangka kayu dengan kulit kambing drum kepala. Kayu yang
dipilih dari kayu yang keras namun ringan. Kulit kambing dipilih dari kambing
yang berusia sekitar 5 tahun untuk membuat drum dengan suara terbaik. Ada dua
jenis gendang digunakan dalam ansambel itu: Gendang pria dan wanita. Masing-masing
terbuat dari kambing jantan dan betina. Kedua jenis gendang memiliki kualitas
suara yang berbeda.
Ada banyak klub gendang Beleq di Lombok. Klub-klub ini
didukung dan disponsori oleh pemerintah Indonesia sebagai cara untuk
mempromosikan budaya Sasak dan melibatkan pemuda dalam kegiatan budaya. Klub-klub
biasanya berlatih seminggu sekali. Selama pertunjukan, para pemain akan
menggunakan pakaian berwarna-warni yang mirip dengan gaun terkait Bali.
Dalam kinerja Gendang Beleq, drumer membawa dan memainkan
gendang serta menari duet dramatis dan konfrontatif. Drumer memainkan lagu
interlocking dengan drum besar mereka. Selain mampu memainkan instrumen mereka, para
pemain harus memiliki kelincahan dan stamina untuk melakukan tari dan berbaris
dengan instrumen mereka.
Dahulunya, gendang beleq adalah alat musik yang dianggap
mempunyai tuah. Oleh karena itu, ada kepercayaan setempat yang mengatakan bahwa
harus diadakan andang – andang ( sesajen) yang harus diberikan sebelum alat ini
dimainkan. Sesajen ini biasanya berupa ayam
kampung, beras, daun sirih dan masih banyak lagi.
Dalam perjalanannya, kesenian tradisional Gendang Beleq telah mengalami pasang surut perkembangan. Bahkan, dengan
perkembangan yang sangat pesat pada akhir-akhir ini, kesenian tradisional
Gendang Beleq telah tumbuh kembali menjadi kesenian yang sangat populer pada
seluruh lapisan masyarakat suku Sasak.
Kesenian Gendang Beleq telah hadir dengan fungsi
sebagai pelengkap kebudayaan serta menjadi salah satu sarana pengungkap makna-makna
luhur kebudayaan. Pada sisi lain, kesenian Gendang Beleq memiliki potensi
yang sangat besar sebagai media pendidikan bagi masyarakat dan sebagi salah
satu sumber devisa bagi negara yang dengan sendirinya dapat pula
meningkatkan taraf hidup para seniman pendukungnya.
Bentuk kesenian tradisional Gendang Beleq yang kita
temukan dewasa ini merupakan perkembangan bentuk karena pengaruh kesenian Bali
yaitu Tawaq-Tawaq. Perubahan bentuk kesenian ini pertama kali terjadi sekitar
tahun 1800 M, ketika Anak Agung Gede Ngurang Karang Asem memerintah di bumi Sasak.
Sebelumnya, kesenian Gendang Beleq hanya terdiri atas sebuah jidur (gendang besar yang berbentuk bedug), sebuah gong dan sebuah suling. Demikian besar pengaruh
kebudayaan Bali pada waktu itu, sehingga peralatan kesenian ini berkembang
sesuai dengan alat yang digunakan pada kesenian tawaq-tawaq. Akan tetapi, agar
tidak meninggalkan nilai-nilai Islam, para seniman suku Sasak pada waktu itu
tetap mempertahankan bentuk gendang besar yang menyerupai bedug yang digunakan di masjid. Selain itu, jumlah personil yang
digunakan pun dibatasi pada jumlah 13 atau 17 orang pemain. Bilangan ini
menunjukkan bilangan rakaat dalam shalat. Demikian pula dengan tata cara
memainkan alat ini merupakan implementasi dari pelaksaan shalat berjamaah dan
tuntunan hidup bermasyarakat dengan nilai-nilai keislaman.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar